Majelis Ulama Indonesia Membangun Sistem Pengelolaan Ilmu Pengetahuan (Knowledge Management)

Majelis Ulama Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Rajab 1395 Hijriah bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 Miladiyah adalah rahmat Allah SWT kepada bangsa Indonesia yang patut disyukuri. Pendirian MUI ini didasari pemikiran para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim yang menyadari bahwa negara Indonesia memerlukan Islam sebagai landasan bagi pembangunan masyarakat yang maju dan berakhlak. Oleh karena itu, keberadaan organisasi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim adalah suatu konsekuensi logis dan prasyarat bagi berkembangnya hubungan yang harmonis antara berbagai potensi untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia.

Saat ini umat Islam Indonesia menghadapi tantangan baik ditingkat nasional dan global yang sangat berat dalam berbagai aspek. Tantangan tersebut antara lain berupa ideologi liberalisme dan kapitalisme yang berpangkal pada sekularisme dengan sistem politik dan sistem ekonomi yang sering dipaksakan berlaku di negeri-negeri lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang bercirikan pendewaan diri, kebendaan, dan nafsu syahwatiyah yang potensial melunturkan aspek religiusitas masyarakat, serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia.

Tantangan-tantangan tersebut diatas timbul di masyarakat silih berganti, baik masalah yang lama timbul kembali ataupun masalah-masalah baru yang timbul akibat perkembangan politik, ekonomi, sosial, teknologi dan budaya dalam masyarakat yang berubah dengan cepat. Untuk menghadapinya MUI perlu memiliki kemampuan organisasi untuk dapat mengelola aset intelektualnya guna dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap permasalahan yang timbul dalam masyarakat.

Salah satu strategi yang digunakan organisasi besar berbasis intelektual seperti MUI adalah meningkatkan kemampuan untuk mengelola ilmu pengetahuan baik dalam bentuk (i) Eksplisit, yaitu ilmu pengetahuan yang telah didokumentasikan secara fisik dalam media cetak, audio, gambar, video dan multimedia sehingga mudah dikomunikasikan dan mudah dipelajari orang lain, misal isi khutbah; ataupun (ii) Tasit, yaitu ilmu pengetahuan yang tidak dapat disentuh secara fisik, sulit diterjemahkan dalam bentuk bahasa dan sulit untuk dipelajari oleh orang lain, misalnya cara menyampaikan khutbah. Manajemen Ilmu Pengetahuan (MIP) atau Knowledge Management adalah suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan ilmu pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari untuk pengembangan organisasi yang berkelanjutan. Rasulullah SAWﷺ bersabda:

قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ

Ikatlah ilmu dengan dengan menulisnya

Mengikat ilmu dengan tulisan adalah aktivitas yang baik, supaya ilmu tidak hilang karena keterbatasan memori otak manusia dalam menyimpan suatu ingatan. Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata: “Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang, setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja.”

Ilmu menjadi tolak ukur dalam memahami sesuatu karena ilmu mensifati pengetahuan akan sesuatu tersebut. Setelah ilmu diikat dengan tulisan, supaya lebih kuat ikatannya maka ilmu perlu dikelola dengan baik untuk dapat diamalkan lebih lanjut. Karena dalam masalah akhirat, ilmu yang berbuah surga hanya ilmu yang diamalkan.

Kegiatan MIP ini biasanya dikaitkan dengan tujuan organisasi untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti meletakkan landasan pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, ataupun tingkat inovasi dan antisipasi yang lebih tinggi. Pada umumnya, motivasi organisasi untuk menerapkan MIP antara lain:

  • Meningkatkan keterhubungan jejaring dan kolaborasi internal dan eksternal;
  • Memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang lebih cepat dan tepat guna;
  • Mengembangan ilmu pengetahuan dalam bentuk tasit menjadi bentuk eksplisit;
  • Memfasilitasi dan mengelola inovasi dan pembelajaran organisasi;
  • Mendaya-ungkit keahlian pengurus di seluruh penjuru organisasi;
  • Mengelola lingkungan kegiatan dan memungkinkan para pengurus untuk mendapatkan pengertian dan gagasan yang relevan terkait tanggung jawab mereka;
  • Mengelola dan meningkatkan modal dan aset intelektual organisasi.

Manfaat MIP sangat dirasakan oleh berbagai organisasi besar yang sarat dengan ilmu pengetahuan untuk mendorong dan mentransformasi organisasi untuk dapat mengakses dan mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi sebuah kekuatan besar sebuah organisasi.  Dalam kontek pengambilan keputusan, maka pengetahuan yang dibutuhkan harus dapat di temukan dengan mudah serta ditampilkan sedemikian rupa sehingga mudah dicerna untuk memberikan gambaran kejadian masa lampau dan prediksi masa depan yang diperlukan oleh pengambil keputusan.

Dengan menggali ilmu pengetahuan dari pengalaman organisasi sebelumnya, ada dua kemungkinan. Pertama, bisa mengoreksi bila praktik yang dijalankan kurang tepat. Dan kedua, bila sudah benar, pengalaman itu akan makin menghujam secara dalam atau terjadi proses penguatan dan pengembangan. Sehingga hal ini dapat membantu para Ulama sebagai ahli waris tugas-tugas para Nabi (waratsatul anbiya) dalam membawa risalah Ilahiyah dan melanjutkan misi yang diemban Rasulullah Muhammad SAW.

II. Tujuan dan Sasaran

Guna dapat menerapkan MIP tersebut, diperlukan tempat penyimpanan untuk mengelola pengetahuan (Knowledge Repositories). Fungsi utama dari knowledge repositories adalah menangkap ilmu pengetahuan, menyajikannya dalam bentuk tertentu sehingga dapat dikelola untuk diterapkan dan dikembangkan kembali dalam organisasi secara efektif. Selain itu diharapkan akan meningkatkan kolaborasi baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung sehingga terjadi interaksi keilmuan untuk pengembangan keilmuan yang berkesinambungan.

knowledge-management

Pengetahuan dapat berbentuk berbagai format seperti teks, audio, video, gambar digital ataupun format multimedia. Sejumlah metode dalam teknologi informasi di percaya mampu untuk membantu tercapainya misi knowledge repositories. Metode tersebut antara lain adalah penyimpanan ilmu pengetahuan, pengorganisasian, me-linkkan, memfilter, dan menavigasi.

Dengan berkembangnya teknologi informasi maka pemanfaatan media penyimpanan berbasiskan komputer merupakan pilihan terbaik. Dengan demikian tujuan dari kegiatan ini adalah membentuk knowledge repositories dalam bentuk fisik dan digital:

  1. Menyiapkan tempat, mengumpulkan dan mengelola seluruh literatur cetak untuk ilmu pengetahuan berbentuk buku, jurnal, kliping, dokumen, dll.
  2. Digitasi dokumen-dokumen cetak.
  3. Membuat sistem komputerisasi, termasuk pembuatan dengan Android agar informasi dapat mudah di akses dengan teknologi mobile.
  4. Mengumpulkan literatur audio, video, dan multimedia serta memformat ulang sesuai dengan format digital saat ini.
  5. Operasional dan pemeliharaan yang berkesinambungan.
  6. Sosialisasi dan pelatihan ke seluruh oragnisasi di tingkat pusat, provinsi dan daerah.

Penulis: Dr. H. Hayu Prabowo (Ketua Lembaga PLH SDA MUI)

Share this

Related Posts