Pertengahan Maret lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melayangkan surat kepada beberapa pimpinan lembaga negara/institusi (termasuk BUMN) tentang pedoman dan batasan gratifikasi.
Baru dua minggu surat ”peringatan” dirilis, beberapa pimpinan PT PAL Indonesia dijadikan tersangka terkait kasus suap penjualan kapal. Lembaga/institusi yang dikirimi surat bertanggal 15 Maret 2017, di antaranya adalah MPR/DPR/DPD, menteri, kepala lembaga pemerintahan nonkementerian, hingga direksi BUMN/BUMD. Surat itu seharusnya menjadi peringatan bagi penyelenggara negara untuk tidak main-main dengan gratifikasi/suap. Bulan Maret lalu, media massa banyak mencuatkan berita seputar korupsi.
Ada berita korupsi bancakan proyek KTP elektronik. Transparency International (TI) juga merilis hasil survei persepsi korupsi Asia Pasifik pada Maret. Dalam survei tersebut, 32% masyarakat Indonesia melakukan suap saat berurusan dengan layanan publik. Di dunia internasional, korupsi menjadi perhatian sangat serius. Dalam hitungan World Economic Forum (2012), korupsi setara dengan 5% produk domestik bruto global atau senilai USD2,6 triliun. Adapun menurut Bank Dunia (2014), korupsi dalam bentuk suap mencapai USD1 triliun setiap tahunnya.
Standar Antisuap Internasional
Kronisnya suap di dunia menggerakkan International Organization for Standardization (ISO) merilis ISO 37001: 2016 Anti-bribery management systems (sistem manajemen antisuap) pada tanggal 13 Oktober 2016. ISO menyatakan bahwa suap melawan keadilan, merusak hak asasi manusia, dan hambatan bagi penghapusan kemiskinan. Suap juga meningkatkan biaya bisnis, mengurangi kualitas produk dan jasa, menghancurkan kepercayaan institusi, dan mengganggu keadilan dan efisiensi operasi. Sebagaimana implementasi standar ISO lainnya, ISO 37001 mewajibkan organisasi memiliki persyaratan minimum.
Yang paling awal adalah komitmen pimpinan organisasi terhadap antisuap. Tone at the top adalah pangkal kesuksesan suatu program. Organisasi harus memiliki kebijakan dan program antisuap, serta mengomunikasikan ke pegawai yang relevan dan pemangku kepentingannya. Ada personel yang bidang kepatuhan dan diberikan pelatihan.
Organisasi harus melakukan assessment risiko suap dan cara menanganinya. Prosedur pelaporan pelanggaran (whistle blowing) dan tindak lanjutnya harus dipastikan penerapannya. Yang terakhir, ISO 37001 mensyaratkan monitoring dan evaluasi efektivitas program dan perbaikan yang diperlukan. Banyak manfaat penerapan ISO 37001. Pertama, standar ini adalah praktik terbaik di banyak organisasi dan berlaku internasional. Organisasi yang mengimplementasikannya, berarti telah mengikuti standar manajemen antisuap berstandar internasional.
Kedua, meningkatkan kepercayaan dan kenyamanan stakeholders. Pihak yang berinteraksi dengan organisasi yang menerapkan ISO 37001 makin yakin tidak ada praktik suap selama interaksi. Ketiga, ada efisiensi operasional. Tidak ada biaya tambahan karena suap. Efeknya memengaruhi harga produk/ jasa kepada konsumen. Keempat, mengendalikan risiko reputasi. Apabila publik mengetahui suatu organisasi melakukan suap, maka citra organisasi akan turun.
Kelima, mengendalikan risiko hukum. Praktik suap yang melibatkan penyelenggara negara berimplikasi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ISO 37001 sesuai untuk segala ukuran organisasi, termasuk jenis organisasi swasta, publik, maupun sosial. Sertifikasi sistem manajemen antisuap bisa dilakukan. Hasil survei Spark Compliance Consulting (2016), 56% perusahaan yang disurveinya akan menerapkan sertifikasi ISO 37001.
Namun, tidak ada jaminan bahwa organisasi yang memiliki sertifikasi ISO 37001 bebas dari suap. Sertifikasi ini untuk memberikan keyakinan bahwa implementasi manajemen antisuap dijalankan secara memadai melalui pencegahan, deteksi, dan investigasi yang sesuai praktik terbaik.
Sinergi Antarlembaga
Perang melawan korupsi tak hanya menjadi beban KPK. Semua harus terlibat. Pihak lain yang memiliki otoritas diharapkan berperan di wilayahnya masing-masing. KPK perlu secara proaktif mengajak semua pihak yang potensial memberikan dampak besar pemberantasan korupsi. Beberapa contoh lembaga yang bisa diajak kerja sama, antara lain Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Kedua lembaga ini memiliki otoritas yang bisa menggerakkan perang melawan korupsi.
OJK dapat mendorong pemberantasan korupsi melalui regulasi di sektor jasa keuangan. Di industri perbankan dan perasuransian misalnya, sudah ada ketentuan perusahaan wajib menerapkan strategi antrifraud. Dalam fraud tree, suap adalah bagian dari korupsi dan korupsi merupakan bagian dari fraud. Saat ini aturannya lebih banyak mengatur tentang fraud nonkorupsi. Tetapi melalui perubahan regulasi, OJK dapat mengatur tentang antikorupsi atau antisuap lebih dalam pada praktik bisnis industri jasa keuangan.
Hal serupa dapat dilakukan LKPP. Lembaga ini dapat mendorong lembaga pemerintahan/ BUMN/BUMD untuk memberikan insentif kepada kontraktor peserta pengadaan yang memiliki sertifikasi ISO 37001. Dalam persyaratan tender misalnya, selain ada persyaratan untuk tidak melakukan praktik suap, juga memberikan nilai lebih kepada perusahaan yang mengantongi sertifikasi ISO 37001.
Kekuatan antarlembaga yang bersinergi dapat memberikan dampak masif perang melawan korupsi. Kehadiran ISO 37001 menambah ”senjata” melawan korupsi. Harus dimanfaatkan optimal oleh siapa pun yang antikorupsi.
Munawar Kasan